Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Menghadirkan Buku dalam Kehidupan Guru

Menghadirkan Buku dalam Kehidupan Guru

Misbahuddin
Guru MI Kalifa Nusantara Denpasar

Menjadi seorang guru yang bertugas mengajar dan mendidik, memang harus rela membagi waktu khusus untuk membaca buku. Tugas mengajar bukan berarti berhenti belajar. Lebih dari itu, guru harus terus melek huruf dan abjad. Terlebih menghadapi era melinial yang semakin cerdas dan serba cepat.

Guru seringkali disibukkan oleh sesuatu yang tidak prioritas. Sehingga waktu yang dimiliki habis dalam sekejap. Rela begadang dan bahkan rela mengambil jam mengajar. Apalagi saat-saat penilaian akreditasi. Melelahkan dan sangat menguras tenaga. 

Seperti contoh di lembaga pendidikan formal yang mewajibkan setiap guru harus menjalani tugas administrasi. Baik itu sebelum dan sesudah mengajar. Guru seakan jauh dari buku, diskusi dan riset. Dari waktu ke waktu, dan dari generasi ke generasi guru tidak selalu identik dengan buku.

Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/

Tidak heran, warisan untuk para murid bukan tentang semangat belajar dan membaca buku. Bagaimana mungkin, ia tidak melihat dan menyaksikan figur seorang pembaca buku. Hari-hari yang ia tonton adalah guru pemain gadget dan ponsel pintar.

Di sekolah atau madrasah buku bacaan umum selalu menjadi nomor sekian setelah buku mata pelajaran. Pojok baca dan taman baca hampir tidak bisa ditemui di lembaga yang bernama "pendidikan". Tampak hanyalah poster-poster imbauan "buku jendela dunia" dan motivasi-motivasi untuk bermimpi.

Membaca buku bukan menjadi kebutuhan pokok para pengajar dan pelajar. Ada banyak yang lebih pokok, seperti gedung mewah menjulang tinggi dan segudang prestasi untuk dijual ke siswa baru. Walau sebenarnya belajar tak selalu dalam ruang bertembok beton. Apalagi jika kembali ke gagasan bapak Pendidikan Ki Hajar Dewantara tentang taman siswa. Sebuah konsep bermain di taman dengan riang gembira tanpa sadar siswa sedang belajar.


Kalau bukan di lembaga pendidikan yang dapat mewariskan generasi pembaca buku, lalu dari mana akan lahir Soekarno dan Mohammad Hatta yang baru. Berani menyisihkan uang hidupnya untuk buku dan ilmu. Mereka berdua adalah icon Indonesia yang dikenal pemimpin yang pandai berorasi dan juga melek literasi. Guru bangsa sekaligus pembaca buku handal.

Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/

Berguru dari mereka berdua lewat buku-bukunya. Pancasila lahir dari para pejuang bangsa melalui ide-ide yang mereka baca melalui buku dan telaah ilmu pengetahuan. Hari-hari ini generasi untuk menjaga dan merawat Indonesia sudah semakin jauh dari buku. Ada banyak karakter dan budaya yang hilang.

Diakui atau tidak, ide dan inspirasi akan terus berkembang melalui membaca. Dalam artian membaca tidak selalu tentang buku. Bisa berupa informasi, situasi dan berbagai kondisi. Jika membaca dianggap sebagai minat dan tidak diikhtiarkan, maka selamanya akan anti dengan hal baru. Perubahan dan perkembangan situasi kehidupan akan terus ada.

Tidak jauh-jauh, rasa malas 'membaca' akan berdampak pada ketidaktahuan dan selalu mendahulukan 'bertanya'. Sebuah fakta dalam realita kehidupan kita. Baik di kalangan akademisi maupun praktisi pendidikan. Terkadang, sudah jelas ada dalam buku petunjuk, baik itu panduan atau syarat dan ketentuan, masih saja ditanyakan. Artinya, sama sekali usaha 'membaca' apalagi 'memahami' tidak diikhtiarkan.

Penyakit ini, harus sesegera mungkin diobati, sebelum mendarah daging ke anak cucu. Edukasi sejak dini untuk 'membaca' bersama-sama harus diperjuangkan, melalui kegiatan-kegiatan positif. Jika di dunia lembaga pendidikan bisa diawali dengan membiasakan baca koran, novel, buku fiksi dan non fiksi serta berbagai macam wawasan baru di luar mata pelajaran. Serta tidak lupa memberi teladan 'membaca duluan' sebelum mengajak.[]

Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/

Posting Komentar untuk "Menghadirkan Buku dalam Kehidupan Guru"