Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Teladan Sang Penggila Buku

Teladan Sang Penggila Buku

Abdul Halim Fathani
Pemerhati Pendidikan. Dosen Pendidikan Matematika Universitas Islam Malang


SIAPA pun orangnya jikalau ingin berkembang, maka harus rajin membaca, membaca apa saja, membaca buku, membaca keadaan, membaca peluang, membaca data, membaca koran, membaca pengalaman orang lain, membaca kesuksesan orang lain, dan seterusnya. Sudah banyak fasilitas yang bisa kita manfaatkan untuk membaca -bukan hanya- buku. Bahkan di beberapa warung makan, bengkel sepeda-mobil, sudah banyak juga yang menyediakan buku bacaan. Termasuk juga kehadiran smartphone.

Kebiasaan membaca tentu tidak menjadi masalah, jika individu orang tersebut atau di antara kita, memang sudah memiliki kegemaran membaca yang tak terbantahkan. Tetapi, membaca akan menjadi masalah bagi orang-orang yang belum menemukan sisi manfaat dari kegiatan membaca. 

Aktivitas membaca bukan lagi kegiatan yang didominasi kaum pendidik atau terpelajar. Siapapun bisa mendapatkan bahan bacaan dengan mudah. Baik bentuk cetak maupun non cetak. Asal ada kemauan, pasti bisa. Membaca apa saja. Membaca adalah pintu gerbang dunia.

Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/

Kisah Gus Dur
Kalau kita menelusuri informasi di laman www.nu.or.id, kita akan menemukan salah satu informasi menarik, berjudul “Gus Dur Tak Jadi Beli Buku”. Dalam informasi tersebut, dikisahkan bahwa KH Ahmad Musthofa Bisri menceritakan, di antara kecerdasan dan kehebatan Gus Dur yang lain adalah kecepatannya membaca dan memahami isi buku. Pada suatu ketika, Gus Mus menemani Gus Dur mengunjungi sebuah toko buku. Kedua sahabat ini ditemani putri pertama Gus Dur, Alissa Wahid. “Gus Dur bilang, mau membeli buku”.

Begitu sampai di toko, Gus Dur dengan seksama melihat-lihat buku di toko tersebut. Bila ada buku yang menurutnya menarik, Gus Dur langsung membukanya. Dia membaca lembar demi lembar dengan sangat cepat. Berbeda ketika Gus Dur melihat ada sesuatu yang menarik di dalam buku, ia membacanya sedikit lebih lama. Begitu dirasa cukup, Gus Dur meletakkannya kembali di tempat semula.

Tiba-tiba, Gus Dur mengajak Gus Mus dan Alissa Wahid pulang. Hal ini mengherankan mereka berdua karena tujuan awal Gus Dur membeli buku.

“Lah Pak, enggak jadi beli buku, toh?” tanya Alissa Wahid. “Aku sudah tahu isinya,” jawab Gus Dur spontan bikin Gus Mus dan Alissa terkesima. Demikian kisah yang dinukil dari laman www.nu.or.id. Mari mengambil hikmah dari kisah Gus Dur tersebut. Mari terus membaca, mambeca apa saja, termasuk buku. 

Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/
 
Hobi: Beli Buku
Lain dengan kisah Gus Dur. Mari mampir sejenak untuk membaca kolom di detikNews, tulisan Iqbal Aji Daryono yang dipublikasikan pada 11 Februari 2020. Kolom ini sangat menarik. Menarik, -minimal bagi saya sendiri- karena apa yang ditulis juga saya rasakan dalam keseharian. Kolom mas Iqbal tersebut berjudul “Air Mata Seorang Penggila Buku”.

Apa pesan yang disampaikan oleh mas Iqbal? Mas Iqbal sesungguhnya ingin menegaskan bahwa dirinya merupakan pecinta buku (baca: penggila buku). Dalam paragraf kedua, secara jelas dituliskan “Saya seorang penggila buku. Libido saya selalu bergolak melihat buku-buku. Setiap kali saya bertamu ke rumah kawan dan melihat rak bukunya, pasti saya mendekat untuk melihat-lihat dan mengamatinya. Ada masanya, bertahun-tahun, setiap kali saya sekadar mampir ke toko buku, benar-benar tidak pernah saya keluar tanpa membeli sekantong plastik besar penuh buku.

Di paragraf berikutnya, mas Iqbal mengingatkan kepada pembaca agar tidak terburu-buru kagum kepada mas Iqbal. Mas Iqbal menceritakan “Saya penggila buku, dan penuh nafsu kepada buku-buku. Tapi saya bukan orang yang cukup tangguh untuk membacanya. Dari sekian ribu buku yang saya miliki, rasanya baru seperempatnya yang sudah saya baca. Bahkan mungkin jauh lebih sedikit lagi…..

Apa yang menarik dari sini? Ada dua kata kunci; membeli buku dan membaca buku. Dalam pengakuannya, mas Iqbal masih mengakui bahwa dirinya merupakan sosok orang yang gila terhadap beli buku, suka beli buku, bahkan bisa jadi tidak itung-itungan uang. Namun, setelah buku terbeli, pertanyaannya adalah, apa tugas berikutnya? Mestinya, setelah buku berhasil tereli adalah tugas kita untuk menelusuri lebih jauh tentang isi buku tersebut. Dengan kata lain buku yang dibeli mestinya harus dibaca dan dibaca.

Namun mas Iqbal dengan ‘tegas’ mengakui bahwa buku yang dibeli tersebut belum tentu otomatis dibaca. Hobinya memang membeli, tetapi membaca buku belum tentu dilakukan. Itulah pengakuan mas Iqbal. Pengakuan apa adanya. Bagi kebanyakan orang, untuk apa membeli buku dan ternyata tidak dibaca? Apakah mubazir? Jawabannya: bisa iya, bisa tidak. Tergantung perspektifnya. 
 
Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/

***

Dua kisah di atas, sama-sama memberikan pelajaran berharga bagi kita. Kisah Gus Dur telah mengajari kepada kita bahwa siapa pun kita, sudah semestinya giat melaksanakan perintah Allah swt, untuk selalu membaca ‘Iqra' bismirabbikalladzi khalaq’. 

Membaca, dengan cara dan gaya kita masing-masing. Sementara, apa yang dialami mas Iqbal di atas, bisa jadi juga ‘akan’ dialami oleh kita, termasuk saya sendiri, juga terkandung pelajaran berharga yang dapat kita ‘petik’. Apa pelajaran dari kisah mas Iqbal?

Saya mencoba mencari sisi positif apa yang dialami mas Iqbal tersebut. Ketika kita rajin membeli buku tanpa (baca: belum) membaca, ‘masih’ ada beberapa keuntungan, di antaranya adalah: 

Pertama, kita punya koleksi buku yang sudah menjadi hak milik pribadi (bukan hak guna); 

Kedua, kita dapat membaca pada saatnya (‘waktu yang tepat’), karena kita sudah punya koleksi buku sendiri; 

Ketiga, kita dapat mewarisi kepada generasi penerus kita berupa buku, yang tentunya oleh generasi kita, buku tersebut juga dapat dibaca kapan pun; 

Keempat, buku yang kita miliki, yang kita koleksi di perpustakaan pribadi kita itu merupakan salah satu bukti bahwa kita menjadi orang yang cinta ilmu’; dan 

Kelima, paling tidak kalau di buat level, orang yang beli buku itu masih berada di level atas, dibandingkan orang yang tidak membeli buku. Kita memiliki ikatan emosional positif dengan buku. 

Ini pandangan positif saya, sekarang menurut Anda bagaimana? Terserah Anda. Akhirnya, selamat membeli buku, dan selamat (juga) membacanya. [ahf]

Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/

Posting Komentar untuk "Teladan Sang Penggila Buku"