Kiai, Dalang, dan Guru
Kiai, Dalang, dan Guru
Imam Suprayogo
Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Periode 1997-2013. Peraih Rekor MURI “Rektor Menulis Artikel di Website, Tanpa Jeda”
Di tengah banyak orang berbicara tentang kurikulum tahun 2013 yang segera diberlakukan, namun masih bersifat bertahap, dan rupanya persiapannya juga belum terlalu sempurna, saya teringat Kiai, dalang dan guru.
Selain itu mungkin masih ada profesi lain yang serupa, misalnya seniman, pelatih olah raga, dan lain-lain. Para penyandang profesi itu rupanya memiliki kesamaan. Di antaranya, kualitas pengabdiannya sangat tergantung pada kualitas ilmu dan profesionalitas yang disandangnya.
Kiai, dalang, dan juga guru, semuanya memiliki tingkatan terkait dengan kualitasnya. Ada kiai yang dipandang hebat atau misuwur. Mereka dikenal oleh masyarakat memiliki ilmu dan kearifan yang luas dan mendalam.
Maka, banyak santri dari berbagai wilayah mendatangi kiai itu untuk menimba ilmunya. Jarak yang jauh, biaya mahal, dan seterusnya bukan dianggap sebagai halangan. Oleh karena sudah terlanjur cinta dan kagum terhadap ketenaran kiai dimaksud, maka banyak orang mendatanginya.
Tetapi juga sebaliknya, terdapat banyak kiai yang dilihat dari keilmuannya tidak begitu luas. Mereka juga disebut kiai, tetapi bukan kiai yang terkenal akan keluasan ilmunya. Sebutan kiai yang bersangkutan juga diperoleh dari masyarakat. Mereka memiliki santri, akan tetapi kualitas para alumninya dianggap biasa-biasa saja.
Itulah sebabnya, orang pesantren suka menyebut kiai-kiai atau pesantren yang diidolakan. Seseorang bangga tatkala dikenal pernah belajar ke kiai atau pesantren yang dipandang hebat.
Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/
Para kiai di pesantren tatkala mengajar para santrinya memiliki kebebasan, baik terkait kitab yang diajarkan, cara mengajar, dan juga teknik-teknik lainnya. Pendidik yang memiliki otoritas penuh itu justru adalah para kiai.
Mereka tidak perlu ikut dan juga diintervensi oleh siapapun. Apa yang dilakukan oleh kiai adalah mengajar ilmu yang dimilikinya. Mereka tidak mau mengajar ilmu yang belum dikuasai, dan bahkan juga tidak mau mengajarkan ilmu apapun yang belum dia sendiri menjalankannya.
Kiai tidak membutuhkan penataran, peningkatan kompetensi, atau apa lagi lainnya. Bagi mereka yang terpenting adalah mengajarkan ilmu yang dikuasai. Buku yang digunakan juga dipilih sendiri. Akan tetapi anehnya, cara pandang kiai seperti itu juga masih laku. Banyak pesantren yang masih didatangi oleh para santri.
Namun jangan dikira, semua kiai tidak berpandangan maju. Ada saja, di beberapa tempat, kiai yang memiliki pikiran dan pandangan amat maju, dan sangat adaptif dengan tuntutan dan perkembangan zaman.
Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/
Saya pernah mendatangi pesantren, yang selain mengembangkan lembaganya dengan membuka program studi umum, ------- dan bahkan dalam bentuk universitas, kiainya juga memberi pengetahuan tentang entrepreneur kepada para santrinya, sebagaimana lembaga pendidikan modern.
Bahkan, ada pesantren yang memiliki ratusan santri, kiainya tidak saja membebaskan SPP, melainkan juga menanggung makan mereka setiap hari secara gratis. Memang pada waktu-waktu tertentu, para santri dipekerjakan di bidang usaha ekonomi milik kiainya. Untungnya, setelah lulus dari pesantren, para santri, selain memiliki bekal ilmu juga ketrampilan berusaha.
Juga sebagaimana dikemukakan di muka, ada saja kiai pesantren yang biasa-biasa saja. Mereka kurang inovatif dan tidak ada usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas pesantrennya. Pesantren seperti ini, sekalipun kiainya ditatar, dibantu bangunan tempat mengajinya, dan bahkan dipenuhi kitab-kitabnya, bisa dipastikan juga tidak akan segera maju.
Kemajuan lembaga pendidikan seperti itu tidak tergantung ketersediaan biaya, peralatan, dan juga kitab-kitab yang digunakan, melainkan oleh karena kiainya itu sendiri. Lembaga pendidikan seperti itu bisa saja berubah, manakala pikiran, pandangan, dan cita-cita kiai dimaksud bisa dipengaruhi untuk berubah. Perubahan kiai itulah yang dipentingkan untuk mengubah kualitas lembaga pendidikan yang dibina atau diasuhnya.
Kiranya hal seperti itu juga berlaku pada dalang dan juga guru. Ada saja dalang yang disebut hebat. Kehebatan pertunjukan itu bukan terletak pada cerita atau kisah yang dimainkan, melainkan oleh kepintaran atau kualitas dalang yang bersangkutan. Sekalipun dibuatkan kisah yang sangat menarik, tetapi jika kualitas dalang itu biasa-biasa saja, maka kesenian Jawa itu juga tidak akan menarik banyak orang.
Sebaliknya, dalang yang ulung, terkenal, dan telah memiliki nama besar, sekalipun tidak diberi naskah tentang kisah menarik, asalkan yang bersangkutan sendiri berklualitas, maka akan berhasil mengembangkan permainannya. Pertunjukkan yang dimainkan oleh dalang yang berkualitas akan menarik dan disukai oleh banyak orang.
Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/
Membandingkan kiai, dalang, dan guru maka ketiganya adalah sama. Kehebatan kiai dan dalang, adalah sama dengan guru. Kualitas hasil pendidikan juga sangat tergantung pada guru. Memang keberadaan buku, peralatan, dan atau yang sekarang ramai dibicarakan mengenai kurikulum adalah penting. Tetapi untuk memperbaiki kualitas pendidikan bukan saja terletak pada kurikulumnya.
Manakala Kurikulum diperbaharui, tetapi gurunya tidak digembirakan, tidak diberi kebebasan agar memiliki keleluasaan untuk memberikan ilmunya sendiri kepada para murid-muridnya, dan apalagi sebaliknya, jiwa guru selalu tertekan oleh berbagai tuntutan dan peraturan, maka pendidikan tidak akan menghasilkan apa-apa sekalipun biayanya ditingkatkan. Tegasnya merdekakanlah para guru-guru, maka pendidikan akan menyenangkan dan kualitas akan tumbuh dengan sendirinya.[]
Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/
Posting Komentar untuk "Kiai, Dalang, dan Guru"