Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana Sebuah Tulisan dan Buku Bisa Lahir?

Bagaimana Sebuah Tulisan dan Buku Bisa Lahir?

Gunawan
Penggiat literasi dari Bumi Pajo, Bima. Editor. Penulis puluhan judul buku

 

Di beberapa kesempatan, ketika berbagi pengalaman menulis atau mengisi pelatihan menulis di beberapa tempat, saya selalu mendapatkan pertanyaan yang menarik dan juga klise. Sebuah pertanyaan yang konon membuat seseorang tak lagi menyempatkan waktu untuk menulis. "Aku pengin banget menulis sebuah buku, tapi terhambat oleh berbagai kesibukan. Bagaimana solusinya, Mas?"

"Mending nggak usah nulis buku kalau gitu alasannya, Mbak. Kan sibuk. Beli buku saya saja," jawab saya guyon. 

"Begini, tidak ada sebuah tulisan atau buku yang bisa jadi atau lahir dengan sendirinya. Harus ditulis baru bisa ada hasilnya. Juga tidak ada orang yang tidak sibuk. Bedanya, ada pada manajemen waktu. Dalam kaitannya dengan menulis, seseorang harus meluangkan waktu, jangan menunggu waktu luang. Kalau menunggu waktu luang, tak akan pernah cukup, karena selalu saja ada alasan kerja ini kerja itu, sibuk ini sibuk itu. Tak perlu banyak waktu yang diluangkan untuk menulis, yang penting ada dulu. Nulislah sedikit demi sedikit. Sabarlah dalam menjalaninya. Nikmati prosesnya. Jangan lupa membaca berbagai referensi atau buku juga untuk memperkaya kosakata dan menambah wawasan serta berbagai informasi. Jika ini bisa dipraktikkan (meluangkan waktu, lalu segera menulis dan menulis), maka tulisan dan buku apa pun yang diimpikan pasti akan terwujud," jawab saya panjang lebar. Mungkin sebagian orang akan bosan mendengar jawaban saya ini. 

Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/

Saya dulu tidak menyangka bisa menulis sampai mampu menghasilkan buku karya sendiri. Saya hanya terus mencoba dan berusaha saja. Terus meluangkan waktu untuk menulis walau tak banyak. Juga membaca berbagai bahan bacaan. Memang, awalnya tidak begitu mudah. Tidak sedikit hambatan yang datang menghadang di kala sedang ingin menulis. Namun, semuanya kembali kepada diri pribadi. Sebab, diri sendirilah yang tahu pasti bagaimana kondisi diri yang sebenarnya. Orang lain mungkin saja hanya bisa memberikan semangat dan berbagai macam arahan untuk melakukan ini dan itu agar bisa menulis. Tetapi, bilamana diri sendiri tak langsung beraksi untuk menulis sedikit demi sedikit, maka keinginan untuk memiliki buku hasil karya sendiri adalah sesuatu yang mustahil bisa diwujudkan. Kini, saya menikmati hasilnya. Bahkan, melebihi dari mimpi yang dulu pernah saya impikan.

Saya sering kali mendengarkan, juga membaca pengalaman berbagai penulis ternama. Ada yang saya baca lewat buku karyanya. Ada juga yang saya baca lewat media sosialnya. Jalan cerita atau proses kreatif menulis mereka juga tak jauh berbeda. Awal menjalaninya dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah. Dalam menekuni dunia menulis, naik turun semangat itu adalah hal yang wajar. Hanya saja, lagi dan lagi, mereka kembali kepada diri sendiri. Mereka terus memotivasi dirinya agar bisa terus menulis.

Menulis sesungguhnya adalah praktik. Oleh karena itu, dibutuhkan aksi nyata, yakni langsung praktik menulis. Jemari tangannya harus diajak kerja sama. Apa pun bentuk hambatan menulis yang terus berusaha datang menghadang, jika jemari tangan kita (bagi yang nulis pakai tangan) mampu kita ajak kerja sama, maka tulisan dan juga buku bisa kita hasilkan. Kesampingkan dulu soal kualitasnya. Yang penting nulis saja dulu. Kualitas sebuah karya tulis akan terlihat seiring berjalannya waktu dan keseringan kita menulis.

Ada banyak penulis yang saya kenal yang begitu aktif menulis dan melahirkan buku. Sebut saja beberapa nama sebagai contoh: Prof. Dr. Ngainun Naim, Prof. Dr. Imam Suprayogo, Dr. Didi Junaedi, Pak Adrinal Tanjung, Pak Satria Dharma, Pak Much. Khoiri, Pak Erizeli Jely Bandaro. Nama yang terakhir ini bahkan punya grup Facebook tersendiri yang anggotanya (sekarang) lebih dari 80 ribu orang--saya adalah salah satunya. Menariknya lagi, dinding media sosial dari beberapa penulis yang saya sebutkan tersebut juga penuh dengan tulisan hasil rajutan tangannya sendiri. Apa saja selalu ditulisnya. Mulai dari persoalan yang amat sederhana hingga yang begitu serius. Ada yang menulis catatan perjalanan, hasil diskusi, hasil membaca, dan lain-lain. Tulisan-tulisan mereka juga renyah untuk dibaca dan relatif mudah dipahami. 

Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/

Lantas, apakah mereka tidak sibuk? Jangan salah. Mereka itu ada yang pengusaha (menjalankan/memimpin beberapa perusahaan di berbagai negara), ada yang peneliti, dosen, birokrat, pendiri perguruan tinggi di berbagai daerah, berkecimpung di berbagai organisasi dan lembaga. Belum lagi berbagai kesibukan lainnya yang begitu banyak. Namun, semuanya itu tidak lantas membuat mereka lupa untuk meluangkan waktu untuk menulis. Justru, beliau-beliau itu sangat bersyukur dengan berbagai kesibukannya itu. Sebab, dari kesibukan itulah justru mereka banyak menemukan inspirasi dan ide tulisan, yang kemudian diolahnya menjadi tulisan demi tulisan bahkan buku demi buku. Bahkan, Pak Much. Khoiri sendiri pernah menulis buku yang begitu menarik, yakni "Menulis dalam Kesibukan". Meskipun saya belum memiliki dan membaca buku karya beliau tersebut, namun saya yakin isinya sangat bernas dan 'mengenyangkan'.

Hematnya, seseorang amat mungkin bisa menghasilkan tulisan bahkan buku demi buku, asalkan ada kemauan dalam diri. Harus mau meluangkan waktu. Dan, jemari tangannya harus diajak kerja sama. Lalu, mulailah menulis, menulis, dan menulis. Ingat, sekali lagi, bahwa untuk bisa menghasilkan tulisan dan juga buku, seseorang harus menuliskannya. Tulisan akan lahir bila ada yang melahirkan atau menuliskannya. Tidak akan pernah ada sebuah tulisan (meskipun hanya satu kalimat) jika tidak ada seseorang yang menuliskannya. Paham, ya, Sayang? []

Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/

Posting Komentar untuk "Bagaimana Sebuah Tulisan dan Buku Bisa Lahir?"