Mengapa Dianjurkan Puasa Tasu’a dan Asyura? Berikut Keutamaannya
Di bulan Muharram yang agung ini, Allah SWT akan menebus dosa selama satu tahun yang lalu dengan berpuasa, tentunya dengan mengharap ridla-Nya.
Perihal kemurnian puasa dengan tidak semata menahan haus dan lapar, telah diriwayatkan dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: Berapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali sekadar lapar dan haus? Rasulullah kemudian menjelaska bahwa sesungguhnya barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perilaku yang licik, maka tidak kepentingan bagi Allah terhadap orang yang meninggalkan makan dan minum.
Hadits di atas memberikan makna bahwa Allah SWT tidak memberikan pahala dan keutaman dari seseorang. Keterangan ini sebagaimana disampaikan Abi ‘Abdillah Muhammad bin Isma’il al-Bukhari dalam Sahih Bukhari, kitab al-Shaum, bab Man lam Yada’ Qaula al-Zur wa al-‘Amala bihi fi al-Shaum, nomor. 1903, Bairut: Dar Ibn Kathir, 2002, halaman 458.
Maka jangan sampai puasa yang telah dianjurkan oleh Rasulullah pada bulan Muharram menjadi sia-sia. Seperti puasa pada akhir tahun dan awal tahun, puasa Kamis, Jumat dan Sabtu, jangan sampai pahalanya hilang begitu saja hanya karena ucapaan dan perilaku yang tidak dibenarkan, sehingga jauh dari ridla-Nya.
Tidak hanya puasa itu yang dianjurkan. Pada bulan ini juga dianjurkan untuk berpuasa pada tanggal sembilan (Tasu’a) dan sepuluh (Asyura). Seperti halnya yang sudah dilaksanakan oleh Rasulullah, hingga anjuran itu sampai kepada kita.
Salah satu bukti anjuran berpuasa di tanggal tersebut ataas kemenangan Nabi Musa terhadap Fir’aun di Laut Merah. Sebelumnya, Nabi Musa selalu mengajak Fir’aun untuk beribadah kepada Allah, tapi angkuh dan enggan menerima ajakan tersebut. Fir’aun bahkan berkata: Aku adalah tuhan kalian yang maha tinggi. Dari perkataan itu, betapa angkuh dan sombongnya Fir’aun, kemudian Allah melenyapkan di Laut Merah bersama pasukannya.
Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/
Dalam sebuah hadits disebutkan:
وحَدَّثَنِي ابْنُ أَبِي عُمَرَ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَيُّوبَ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدِمَ الْمَدِينَةَ فَوَجَدَ الْيَهُودَ صِيَامًا، يَوْمَ عَاشُورَاءَ، فَقَالَ لَهُمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا هَذَا الْيَوْمُ الَّذِي تَصُومُونَهُ؟» فَقَالُوا: هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ، أَنْجَى اللهُ فِيهِ مُوسَى وَقَوْمَهُ، وَغَرَّقَ فِرْعَوْنَ وَقَوْمَهُ، فَصَامَهُ مُوسَى شُكْرًا، فَنَحْنُ نَصُومُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «فَنَحْنُ أَحَقُّ وَأَوْلَى بِمُوسَى مِنْكُمْ فَصَامَهُ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ»
Artinya: Dari Ibnu Abbaz bahwa Rasulullah Sallahu Alaihi Wasallam tiba di Madinah, dan mendapati seorang Yahudi dalam keadaan berpuasa pada hari Asyura. Kemudian Rasulullah bertanya: Hari apa yang kalian puasakan ini? Mereka menjawab: Ini adalah hari yang agung, yang mana Allah menangkan Nabi Musa dan kaumnya dan menenggelamkan Fir’aun dan kaumnya. Dan Nabi Musa berpuasa pada hari itu karena bersyukur. Maka kami pun berpuasa. Rasulullah berkata: Aku lebih berhak dan layak terhadap Nabi Musa dari kalian. Kemudian Rasulullah berpuasa dan memerintahkan untuk puasa Asyura. (Muslim ibn al-Hajjaj, Shahih Muslim, bab Shaumu Yaumi ‘Asyura, nomor 1130, Bairut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Araby, juz 2, halaman: 796 dan dengan redaksi berbeda dalam kitab Shahih Bukhari, kitab al-Shaum, bab Shiyam Yaumi ‘Asyura, nomor: 2004, Bairut: Dar Ibn Kathir, 2002, halaman: 480)
Keutamaan puasa Asyura di antaranya adalah meleburkan dosa di tahun yang lalu, seperti hadits yang diriwayatkan Abi Qatadah. Bahwa Rasulullah pernah ditanya tentang puasa di hari Asyura, beliau menjawab: Meleburkan dosa di tahun yang lalu.
Dari kalangan ulama terdahulu atau mutaqaddimin pernah bermimpi ditanya tentang puasa yang dikerjakan. Maka ia menjawab: Diampuni dosa-dosa selama 60 tahun dengan berpuasa di hari ‘Asyura. Tentunya hal ini dengan mengharap keridlaan dari Allah Subhana Wa Ta’ala.
Selain puasa Asyura, Nabi menganjurkan untuk puasa Tasu’a, anjuran ini seperti hadits yang dikutip kitab Irsyad al-Ibad, diriwayatkan oleh Baihaqi:
صوموا التاسع و العاشر و لا تشبهوا باليهود
Artinya:
Seperti anjuran yang terkandung dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbaz RA: Seandainya umurku sampai pada tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada hari Tasu’a. Dan di dalam riwayat Abu Bakar: Yakni beserta puasa ‘Asyura. (Imam Abi al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Nisaburi, Shahih Muslim, kitab al-Shiyam, bab Ayyi Yaumin Yusaamu fi ‘Asyura’, nomor 1134, Bairut: DKI, 1991, halaman 798 dan Ibnu Majah, Sunan Ibn Majah, penerbit Dar Ihya’ al-Kitab al-‘Arabiyah, bab Shiyam di Yaumi ‘Asyura, juz 1, halaman: 552).
Wallahu a’lam
Sumber: https://jatim.nu.or.id
Informasi Seputar Pendidikan Terbaru, Kunjungi https://www.koran-edukasi.com/
Posting Komentar untuk "Mengapa Dianjurkan Puasa Tasu’a dan Asyura? Berikut Keutamaannya"